Title
: 너의 세상으로
Author
: Blackwhite Magic
Genre
: Romance - Fantasy
Rating
: T
Length
: Series
Main
Cast :
Son Na Eun (A PINK)
Oh
Se Hun (EXO-K)
Kim
Myung Soo/L (Infinite)
Other
Cast :
Oh
Ha Young (A PINK)
Kim
Joon Myun/ Suho (EXO-K)
Notes : Fanfiction ini asli original buatan saya. tapi terinspirasi dari MV SM The Ballad & Lagu EXO judulnya Angel. Terimakasih.
Diclaimer : Ini hanya kisah belaka. maaf bila terdapat kesaaman pada jalan ceirta. TIDAK BOLEH COPY-PASTE atau PLAGIAT kisah ini. terimakasih. -Blackwhite magic
***
Even though i lost my everlasting life,
the reason to my happiness
You’re my eternity
Eternally Love
the reason to my happiness
You’re my eternity
Eternally Love
***
Seoul,
South Korea
Hujan lebat membasahi ibukota Negeri Ginseng petang ini.
Suasana jalanan sudah tampak digenangi air karena hujan yang tak kunjung
berhenti dari pagi hari. Langit terlihat mendung dan petir tidak berhenti
terlihat setiap detik.
Oh Se-Hun berjalan menyusuri jalan dengan sebuah payung di
genggamannya. Uap air terlihat keluar dari bibir tipis lelaki itu.
Sebentar-sebentar dia melirik ke arah jam tangannya. Raut wajahnya terlihat
sangat masam. Dia sudah membayangkan apa yang akan terjadi ketika ia sampai
ditujuan nanti. Ketika dirinya sampai dirumah.
Se-Hun sudah membayangkan betapa menyeramkan ibunya jika
marah. Dia saat ini sudah terlambat pulang sekolah. Sudah pasti ibunya akan
marah padanya. Belum lagi dengan rayuan setan adiknya yang selalu menghasut
ibunya. Ya, gadis kecil yang tidak semenyenangkan saat dia kecil. Adik kandung
Oh Se-Hun. Namanya Oh Ha-Young.
Ha-Young selalu membuat masalah. Pada akhirnya justru Se-Hun
yang akan disalahkan orangtuanya. Se-Hun dan Ha-Young hanya berbeda dua tahun.
Banyak pertengkaran yang terjadi diantara dua kakak-beradik yang masih muda
tersebut.
Suara petir yang amat dahsyat kemudian membuatnya tersadar.
Lamunan Se-Hun buyar seketika. Kilat yang menyilaukan mata mau tidak mau
membuat dirinya menutup mata. Dia merasakan seperti petir yang ingin
menyambarnya. Petir yang menyambar sesuatu, tidak jauh darinya berdiri
sekarang. Setelah merasa tidak ada apa-apa yang terjadi padanya, Se-Hun membuka
mata sembari mulai kembali berjalan.
Se-Hun merasa sedikit aneh ketika melewati sebuah gang
diantara bangunan-bangunan bar yang berjejer dipinggir jalan. Terdengar suara
seseorang yang merintih kesakitan. Ya. Merintih kesakitan di dalam gang kecil
tersebut.
Pemuda itu mengeratkan genggaman tangannya pada payung yang
dipegangnya. Detak jantungnya tidak menentu saat melihat seorang gadis cantik duduk
tak berdaya di samping tumpukan kardus.
Gadis itu terlihat sangat cantik bagaikan bidadari yang baru
turun dari kayangan. Dengan gaun putih selutut dan rambut lurus panjang
berwarna kehitaman membuatnya semakin mirip bidadari. Se-Hun semakin tidak percaya
ketika melihat sepasang sayap di punggung gadis itu. Sayangnya sebelah sayapnya
terlihat terluka.
Se-Hun perlahan mendekati gadis itu, “Kau... tidak apa-apa?”
Gadis itu mendongak. Menatap ke arah pemuda yang sedang
mengulurkan sebelah tangannya sambil memegang payung dan memayunginya.
“K-kau...?”
Se-Hun mengerutkan dahinya bingung. Gadis yang saat ini
sedang berada di hadapannya itu terlihat sedikit ketakutan. “Tenanglah, nona.
Aku tidak akan melukaimu. Aku bukan orang jahat. Percayalah.”
Gadis itu menatap Se-Hun tajam. Beberapa detik kemudian dia
tersenyum tipis.
“Kau bisa melihatku?”
Se-Hun mengangguk ragu, “Tentu saja.”
“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya gadis itu heran.
“Apa maksudmu?”
Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Seulas
senyum terukir di bibirnya.
“Mungkin ini karena sebelah sayapku terluka.”
“Eh?”
“Aku akan bercerita padamu. Tapi...” Gadis itu kemudian
menatap ke arah Se-Hun kembali. “bisakah kau menjaga rahasia?”
Se-Hun mengangguk setuju, “Tentu saja bisa.”
Gadis itu hanya tersenyum tipis. “Aku adalah malaikat yang
turun dari Eden. Sebenarnya hujan yang sangat deras dengan petir di kotamu,
bukan dikotamu saja, bahkan di seluruh dunia ini adalah akibat dari kemarahan
Yang Mulia. Sang raja Eden. Dia murka padaku. Dia marah karena diriku. Lalu aku
memutuskan untuk pergi ke bumi. Menghilang dari Eden. Tapi Yang Mulia semakin
marah. Dia menyerangku menggunakan petir. Akhirnya terkena sebelah sayapku dan
aku terluka seperti sekarang. Seharusnya kami, para malaikat ataupun peri yang tinggal
di Eden tidak terlihat. Kami biasanya berkeliling dunia. Turun ke dunia karena
tidak dapat terlihat. Tapi saat ini aku menjadi terlihat karena luka yang
terdapat di sayapku kekuatanku menjadi hilang.”
Se-Hun hanya memandangi gadis di hadapannya dengan tatapan
bingung.
Gadis itu menghela nafas pelan. “Aku sudah menceritakan
semuanya. Terserah kau mau percaya atau tidak.”
Se-Hun mengangguk pelan. “Siapa?”
Gadis itu menautkan alisnya. Bingung. “Siapa? Maksudmu?”
“Siapa kau? Namamu siapa?” tanya Se-Hun dengan gaya
bicaranya yang sedikit cadel.
Gadis itu mengulurkan sebelah tangannya. “Son Na-Eun. Aku adalah
malaikat dari Eden.”
Se-Hun menyambut uluran tangan itu, “Oh Se-Hun. Seorang
pelajar dan manusia biasa yang baru bertemu seorang malaikat.”
Na-Eun tertawa pelan mendengar ocehan Se-Hun tersebut.
“Bisakah kau membantuku?”
“Membantu apa?” Se-Hun balik bertanya pada malaikat
dihadapannya itu.
“Tolong bantu aku menyembuhkan luka pada sayapku. Aku tidak
bisa kembali ke Eden jika sayapku masih terluka,” pinta Na-Eun.
Se-Hun mengangguk mengerti. “Aku ingin membantumu. Tapi
bagaimana caranya? Aku bukan seorang penyihir.”
Na-Eun kembali tertawa, “Aku hanya perlu beristirahat dan
menyembuhkan lukaku. Sayangnya aku tidak punya tempat tinggal yang aman disini.
Bisakah kau membantuku?”
Se-Hun terlihat berpikir sebentar. Dia kemudian melirik ke
arah sayap Na-Eun yang benar-benar terluka parah. Hati kecilnya berkata dia
harus menolong gadis itu. Tetapi, ibunya pasti akan marah jika ia membawa
seseorang yang tidak di kenal. Apalagi seorang gadis.
“Se-Hun Oppa!”
Teriakan nyaring itu berasal dari belakangnya. Seorang gadis
bertubuh tinggi dan berambut sebahu sembari memegang sebuah payung berdiri
tepat dibelakang Se-Hun. Mulut gadis itu terbuka lebar ketika melihat kejadian
di hadapannya.
Se-Hun tidak mampu berucap. Lidahnya kelu. Dia tidak dapat
mengeluarkan sepatah kata-pun. Sementara gadis itu sudah berjalan mendekati
mereka dengan wajah angkuhnya.
“Siapa gadis itu?” tanya gadis itu sambil menunjuk ke arah
Na-Eun.
Se-Hun meneguk liurnya pelan ketika melihat wajah sang adik
yang berdiri di hadapannya. “Oh Ha-Young kumohon kau jangan...”
Perkataan Se-Hun terpotong ketika Na-Eun angkat bicara.
“Namaku Son Na-Eun. Aku sedang meminta bantuan Se-Hun. Lihat, sayapku terluka
dan aku membutuhkan bantuannya.”
Ha-Young menatap bingung ke arah Na-Eun. “Siapa kau?”
“Aku malaikat yang turun dari Eden.”
Ha-Young sebenarnya ingin tertawa terbahak-bahak mendengar
pernyataan yang keluar dari mulut gadis bernama Na-Eun itu. Mana ada malaikat
zaman sekarang. Tapi, melihat sepasang sayap di punggung gadis itu mau tak mau
membuat Ha-Young percaya.
“Kenapa kau meminta bantuan pada kakakku? Apa yang kau
minta?” tanya Ha-Young bingung.
Na-Eun tersenyum tipis. “Aku hanya ingin tinggal dirumahnya
saja. Untuk sementara menyembuhkan lukaku sebelum kembali ke Eden.”
Masa bodoh dengan kembalinya Na-Eun ke tempat yang tidak
pernah dikenal atau didengar oleh Ha-Young. Tapi sebuah ide terbesit di
pikirannya.
“Tidak boleh!” sahut Ha-Young.
Se-Hun tersentak mendengar pernyataan dari adiknya itu. Dia
kemudian menoleh ke arah Na-Eun. Na-Eun hanya memasang wajah datarnya seakan
dunia sudah berakhir.
“Oh Ha-Young kumohon...” pinta Se-Hun.
“Oppa berani bayar
berapa jika aku bersedia tutup mulut dan ikut membantumu?” tanya Ha-Young
langsung sembari menadahkan tangannya seperti seorang rentenir.
Demi Tuhan. Se-Hun merasa sangat tersiksa mempunyai adik
seperti Ha-Young. Adiknya itu ternyata benar-benar matrealistis.
Se-Hun terlihat berpikir keras. Dia harus benar-benar
meyakinkan agar adiknya ini mau menuruti kehendaknya. Dia harus membuat tawaran
yang benar-benar menggiurkan. Terserah kalau itu akan ia kabulkan atau tidak di
kemudian hari.
“Aku akan menyewa idol
kesukaanmu saat kau ulang-tahun nanti,” jawab Se-Hun.
Mata Ha-Young membulat sempurna. Dia sangat senang dengan
negosiasi dari kakaknya tadi. “Benarkah? Oppa
akan menyewa EXO saat aku ulang tahun nanti?” tanya Ha-Young bersemangat.
Se-Hun mengangguk yakin. Kena
tipu kau, Oh Ha-Young.
“Baiklah. Deal!
Aku akan membantu kalian,” seru Ha-Young senang.
Se-Hun hanya tersenyum sembari membantu Na-Eun berdiri.
Gadis itu kemudian menyimpan kembali sayapnya dan berjalan dengan sedikit
pincang.
“Kakimu sakit?” tanya Se-Hun khawatir.
Na-Eun meringis sebentar, “Sedikit.”
“Biar aku bantu,” tawarnya kemudian berjongkok di hadapan
Na-Eun. “Naiklah ke punggungku...”
***
Se-Hun memasuki sebuah kamar dengan sebelah tangannya
memegang sebuah kotak obat. Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi. Dia
menghampiri seorang gadis yang tengah tertidur lelap di ranjang. Gadis yang
mengaku malaikat bernama Na-Eun.
Se-Hun memandangi wajah Na-Eun lekat. Setiap inch lekuk
wajah gadis itu terus dipandanginya. Seulas senyum terukir di bibirnya. Dia
benar-benar yakin kalau malaikat itu benar-benar berwajah cantik luar dalam
seperti Son Na-Eun.
“Eungh...”
Na-Eun perlahan membuka matanya dan duduk di ranjang. Se-Hun
yang berdiri di hadapannya membuatnya sedikit terkejut.
“Kau..?”
Se-Hun tersenyum canggung, “Aku hanya membawakanmu obat. Apa
lukamu sudah sembuh?” tanya Se-Hun.
Na-Eun kemudian memperlihatkan punggungnya. Sebuah luka
sepanjang kurang lebih lima belas sentimeter terlihat di punggung gadis itu.
“Sepertinya belum.”
Se-Hun mengangguk pelan. Pemuda itu kemudian mengeluarkan
kapas dan memberi obat di kapas itu. Dia menempelkan kapas itu di luka Na-Eun.
Gadis itu terdengar meringis kesakitan.
“Sakit?”
Na-Eun mengangguk. “Sedikit.”
“Tahan saja. Kalau begini tidak akan sembuh.”
“Baiklah. Argh...”
Setelah selesai mengobati luka Na-Eun, Se-Hun membuka tirai
dikamar itu. Sinar mentari mulai merambat memasuki kamar. Seiring dengan suara
pintu yang dibuka.
“Oppa!”
Terlihat kepala Ha-Young menyembul dari daun pintu.
“Ada apa?” tanya Se-Hun dingin.
Ha-Young mendekati Se-Hun dengan sebuah brosur di tangannya.
“Ini...” ucapnya sambil menyerahkan kertas-kertas itu.
“Apa ini?” tanya Se-Hun mulai membaca tulisan yang tercetak
di kertas yang baru saja diberikan Ha-Young.
“Itu tarif honor untuk menyewa idol kesukaanku nanti.
Beruntungnya jadwal mereka kosong saat aku ulang tahun.”
Se-Hun langsung menimpuk kepala Ha-Young dengan gulungan
kertas di tangannya. “Kau ini. Itu saja yang dipikirkan.”
Ha-Young tertawa pelan. “Oppa
sudah janji.”
Se-Hun mengacak-acak rambutnya frustasi. Bagaimana bisa
dirinya mendapatkan uang secepat itu untuk menyewa idol kesukaan adiknya? Itu
mustahil menurutnya.
“Kau kesini hanya untuk mengatakan hal itu?” tanya Se-Hun
sinis.
Ha-Young tersenyum tipis, memperlihatkan jejeran giginya.
“Tadi Appa dan Eomma memanggilmu untuk turun ke bawah. Untuk sarapan.”
Ha-Young kemudian berbalik hendak keluar, “Bawa serta Na-Eun
eonni ke bawah!” ucapnya sesaat
sebelum menutup pintu dengan kerasnya.
***
Dua orang pemuda berwajah malaikat itu menyusuri jalanan
dengan angkuhnya. Pakaian mereka terlihat trendi dengan gaya rambut seperti
artis yang ingin tampil di panggung. Sedikit dibuat bergelombang dengan –salah
seorang diantara mereka- memakai warna rambut kecoklatan.
“Su-Ho-ssi, apa
kau melihat tanda-tanda dari keberadaannya disini?” tanya salah seorang dari
mereka. Pertanyaan itu untuk pria yang berambut sedikit kecoklatan dan bertubuh
lebih pendek dari pemuda satunya.
Su-Ho menggeleng pelan. “Sepertinya tidak ada Yang Mulia.”
Pemuda yang dipanggil Yang Mulia itu kemudian mengehentikan
langkahnya. Dia berbalik dan menatap tajam ke arah Su-Ho.
“Jangan memanggilku Yang
Mulia di muka bumi, Su-Ho.”
Su-Ho menunduk sebentar. Terbesit perasaan bersalah
didirinya karena sudah melupakan janjinya pada tuannya itu. “Maafkan aku,
Myung-Soo.”
Myung-Soo tersenyum tipis. Melihat hal itu, Su-Ho menjadi
lega. Dia takut jika Myung-Soo marah padanya. Senyuman kedua makhluk tampan
berwajah malaikat itu mau tidak mau membuat setiap gadis yang berselisihan
dengan mereka dijalan menjadi meleleh. Mereka seakan melihat dua makhluk tampan
yang baru saja turun dari surga.
“Baiklah. Mari kita lanjutkan pencarian kita...” seru
Myung-Soo dengan seulas senyum sinis di bibirnya.
***
Na-Eun menggambarkan sebuah bagan tentang kasta di dunianya.
Di hadapannya duduk Se-Hun dan Ha-Young.
“Ada enam tingkat kasta di Eden. Di tingkat tertinggi ada di
tangan Archduke yang di sebut dengan
Raja Agung. Saat ini ditempati oleh L
Michael III yang merupakan keturunan langsung dari Yang Mulia Raja Agung
Michael. Tapi sebentar lagi digantikan oleh L
Michael IV.”
“L? Itu singkatan? Apakah raja baru itu tampan?” tanya
Ha-Young.
Na-Eun mengangguk. “L itu singkatan dari Lord . Lord Michael IV? Tentu saja. Tampan dan muda.”
“Wah...”
“Kita lanjutkan. Di tingkat kedua ada Duke. Sebenarnya duke ini
masih diduduki oleh L Michael IV karena dia belum menjadi Raja Agung. Sedangkan
tingkat tiga ada Marquess yang diduduki oleh bangsawan-bangsawan mulia lainnya.
Di tingkat empat ada Earl yang
diduduki oleh orang-orang di pemerintahan hukum di Eden sedangkan di tingkat
lima ada Viscount yaitu pemimpin
(komandan) setiap kelompok pengawal. Sedangkan di tingkat terakhir ada Baron yaitu pengawal terhomat dengan
darah bangsawan.”
“Kau berada di tingkat berapa?” tanya Se-Hun penasaran.
“Ayahku seorang Baron
sedangkan ibuku hanya orang biasa. Mungkin bisa dibilang aku tidak punya gelar
kebangsawanan.”
“Tapi ayahmu seorang Baron,”
komentar Ha-Young.
“Kekuatanku jauh di bawah Marquess apalagi Duke
atau Archduke. Bahkan aku masih belum
tentu mendapat gelar Baron.”
Ha-Young menjentikan jari keras. Sebuah pertanyaan terbesit
di otaknya. “Jangan bilang kau saat ini sedang melawan seorang Duke?”
Na-Eun mengangguk pelan sembari memasang senyuman pahit miliknya.
“Kau cerdas sekali.”
Ha-Young tersenyum bangga kemudian melipat kedua tangannya
di depan dada. “Oh Ha-Young!”
Ucapan itu kemudian disambut jitakan tepat di kepala
Ha-Young. Satu jitakan dari Se-Hun. “Aku tidak pernah merasa punya adik seperti
kau.”
Ha-Young menjulurkan lidahnya mengejek. “Kau pikir aku punya
kakak sepertimu?”
Na-Eun hanya tertawa melihat kelakuan kedua saudara itu. Dia
merasa sangat nyaman berada di lingkungan hangat seperti ini. Senyum dan
perasaan senang itu kemudian perlahan menutup luka di punggung Na-Eun. Ya.
Kekuatannya sudah kembali.
“Ada apa?” tanya Se-Hun menyadari perubahan raut wajah
Na-Eun.
Na-Eun menggeleng. Menyembunyikan kekhawatirannya. Dia
khawatir jika harus keluar secepat ini dari rumah Se-Hun.
“Oppa, bagaimana
kalau kita ke Lotte World?” tanya Ha-Young senang.
Se-Hun mengerutkan dahinya bingung. “Lotte World? Tapi kita
bukan anak-anak lagi.”
“Oppa pikir kita
sudah dewasa?”
“Tidak juga.”
Ha-Young tersenyum lebar. “Nah! ayo kita ke Lotte World!”
Se-Hun hanya menggeram pelan, kemudian berdiri dan
mengangguk setuju. “Baik. Baiklah, adikku sayang...”
***
Myung-Soo duduk di hadapan beberapa orang yang terlihat
berlutut di hadapannya. Wajah pemuda tampan itu terlihat mengerikan melihat
perlakuan dari orang-orang di hadapannya.
“Hentikan kelakuan kalian.”
Suara itu terdengar dingin dan pelan. Tetapi semua orang
yang tadinya berlutut menjadi berdiri kembali. Wajah mereka tertunduk menahan
takut.
“Kenapa Yang Mulia jadi ke sini?”
Myung-Soo menyeringai, “Kenapa? Apa aku tidak boleh
berkunjung ke sini?”
“Tapi anda seharusnya memberitahukan pada kami.”
Myung-Soo menyedot minuman sodanya tanpa menatap ke arah
orang-orang tadi. “Ah, minuman ini enak.”
“Yang Mulia mereka bertanya...” tegur Su-Ho.
Myung-Soo mengentikan minumnya. Menatap tajam ke arah
mereka. “Aku hanya ingin mencari seseorang. Tidak perlu aku meminta izin pada
kalian.”
“Tapi anda mencari seorang lady. Seorang lady yang
akan menjadi Duchness. Isteri dari
seorang Duke yang akan naik tahta
menjadi Archduke.”
“Itu kau tahu sendiri,” sahut Myung-Soo santai.
“Tapi seharusnya anda memberitahu kami agar kami bisa
membantu,” jawabnya lagi.
Myung-Soo menggeram pelan, dia kemudian berdiri dari
duduknya. Wajahnya memerah karena menahan marah. di balik tatapannya yang
tajam, ada sebuah mata pisau yang mengilat siap membunuh siapa saja.
“Suho, siapa pria yang berani melawanku ini?” tanya
Myung-Soo dingin dan mengerikan. Seisi ruangan sunyi senyap. Wajah mereka
memancarkan raut wajah ketakutan yang mendalam.
“Namanya Hoya, Yang
Mulia. Dia pemimpin dari pengawal malaikat yang turun ke bumi,” jawab
Su-Ho.
Myung-Soo mendekat ke arah Hoya. Seiring dengan sayapnya
yang mengembang keluar. Dia kelihatan sangat bersinar terang dan menyilaukan.
Membuat siapa-pun tidak bisa melihat jelas sosok yang berada di tengah sinar
terang itu. Tanpa menyentuh tubuh orang di hadapannya, dengan senyum dingin nan
mengerikan tersungging dibibirnya, Myung-Soo sudah berhasil membuat Hoya
menghilang dan menjadi sebuah cahaya seperti kunang-kunang yang perlahan
menghilang lenyap tanpa bekas.
“Itu sebabnya aku tidak ingin membuat kalian membantah atau
melawanku...” ucapnya dingin sembari menyeringai lebar.
***
Kim Myung-Soo, malaikat dengan nama bangsawan Lord Michael
IV terlahir sudah sejak dua ratus lima puluh tahun yang lalu. Dia abadi dalam
umurnya yang ke sembilan belas. Myung-Soo akan kembali menua saat ia mempunyai
anak nanti. Itu juga akan berakhir di umur empat puluh tahun. Dia adalah The
Immortal Angel atau malaikat abadi . Saat itu dia akan kembali pada umurnya.
Pemuda itu tinggal di Eden. Di dalam kerajaan Eden dia sudah mendapat
pendidikan untuk menjadi Raja Agung. Myung-Soo dipanggil Yang Mulia L di Eden. Tidak ada yang berani melawannya karena ia
adalah bangsawan termuda yang sudah berhasil menduduki gelar Duke.
Berbeda dengan Oh Se-Hun.
Oh Se-Hun. Seorang manusia berstatus pelajar dengan umur
sembilan belas tahun. Mempunyai seorang adik perempuan bernama Oh Ha-Young.
Terlahir di keluarga yang kaya raya tapi tidak tamak kekayaan. Bekerja paruh
waktu di sebuah kafe. Cukup cerdas dan baik hati. Lugu dan polos tapi masih
dapat membohongi adiknya.
Kedua perbedaan itu jelas sekali terbentang. Tetapi saat ini
pikiran Son Na-Eun hanya terfokus pada dua orang laki-laki yang benar-benar
memengaruhi dirinya sekarang.
Ya. Saat ini dia sedang di kejar-kejar seorang Kim
Myung-Soo. Mustahil dapat menghindari laki-laki itu. Myung-soo adalah orang
yang cukup bengis dan mampu melenyapkan siapa saja yang dia tidak suka dengan
mudah. Bahkan tanpa menyentuh orang itu sekalipun.
Konflik bermulai ketika dia menolak untuk dijodohkan dengan
seorang Kim Myung-Soo. Di sebuah ramalan memang tertulis Lord Michael IV akan
menikahi seorang gadis biasa dengan ayah seorang Baron.
Na-Eun sendiri tidak tahu kenapa dirinya yang terpilih. Tapi
dia bersumpah dia sangat tidak ingin menikahi seorang bangsawan. Apalagi yang
dia tahu dia akan menikah dengan salah seorang sahabat terbaiknya, Kim
Myung-Soo. Sejak seratus lima puluh tahun yang lalu mereka bersahabat. Pada
tahun ke seratus lima puluh satu mereka justru harus menjadi pasangan? Demi
apapun Na-Eun bersedia menolak dan mundur dari gelar Duchness yang akan didudukinya.
“Es krim?”
Se-Hun duduk di sebelah Na-Eun sambil menawarkan es krim
cokelat untuk gadis itu. Mereka duduk di sebuah bangku di Lotte World. Menunggu
Ha-Young selesai bermain bersama salah seorang sahabatnya, Park Chanyeol.
Sebenarnya Se-Hun curiga kalau Ha-Young mengajaknya ke sini
hanya untuk mengelabuinya agar dia bisa kencan dengan pemuda bernama Park
Chanyeol itu.
“Terima kasih,” sahut Na-Eun.
“Bagaimana?” tanya Se-Hun penasaran.
“Apa?”
“Bagaimana dengan es krimnya? Apa itu enak?”
Na-Eun mengangguk. “Enak sekali. Jujur, sejak dulu aku ingin
mencoba es krim ini. Tapi aku tidak bisa turun ke bumi untuk merasakannya.”
Se-Hun tertawa sebentar. “Kau benar-benar polos ternyata.”
***
NSeoul
Tower, Seoul.
Se-Hun tersenyum lebar ketika mengingat rencana kejutan yang
akan dia berikan pada Na-Eun. Dengan sedikit janji palsu yang ia berikan pada
Ha-Young, adiknya itu akhirnya bersedia untuk membantunya.
Se-Hun memandangi langit malam yang bertabur bintang malam
ini. Seulas senyum mengembang dibibirnya. Dia membayangkan betapa romantisnya
kejutan yang akan dia berikan nantinya.
Dia akan menyatakan perasaanya pada Na-Eun dengan memasang
sebuah gembong berukuran jumbo dengan tulisan ‘I LOVE YOU’ di tengah-tengah
gembok-gembok lain yang terpasang di Nseoul Tower.
Se-Hun mengambil ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat
untuk Ha-Young. Memerintahkan adiknya untuk mengantar Na-Eun ke puncak paling
atas N Seoul Tower.
Setelah mendapatkan pesan balasan dari Ha-Young, Se-Hun
segera bersembunyi di tempat yang sudah dia siapkan. Dia sengaja menyewa tempat
ini setelah jam kunjungan berakhir.
Terlihat Na-Eun berjalan memasuki kawasan gembok cinta. Tapi
pandangannya kemudian beralih ke pemandangan kota Seoul pada malam hari.
Gemerlap lampu terlihat dari atas menara semakin indah.
Se-Hun kemudian memakai sayap palsu yang sudah dibelinya dan
mendekati Na-Eun. Dengan senyum manis di bibirnya, Se-Hun memanggil gadis itu
lembut.
“Na-Eun...”
Na-Eun berbalik. Raut wajahnya tersenyum geli ketika melihat
Se-Hun memakai sayap palsu layaknya seorang ibu peri yang sedang menghibur anak
TK.
“Terima kasih,” lirih Na-Eun hampir seperti hembusan angin.
Se-Hun mengangguk. Mereka kemudian memandangi kota Seoul di
bawah mereka. Seperti sebuah bintang yang bertaburan berwarna-warni.
Lampu-lampu jalan serta fasilitas umum memakai lampu yang berwarna-warni telah
memberi malam ini warna.
Na-Eun tersenyum manis kemudian mengeluarkan sayapnya yang
bersinar terang, membuat beberapa helai bulu di sayapnya beterbangan. Suasana
di tower yang awalnya remang-remang menjadi terang-benderang.
Se-Hun meraih tangan Na-Eun kedalam genggamannya, kemudian
bernyanyi pelan.
This
moment feels like i was born as a child who knew nothing
I closed my eyes again in case itu would be a dream
You were standing in front of my desperate self and praying
Just once, want to walk side by side with you
I closed my eyes again in case itu would be a dream
You were standing in front of my desperate self and praying
Just once, want to walk side by side with you
Taken
by the soft wind to your world
You asked me brightly where i came from to your side
And i told you that it was a secret
Wherever we walk together
Will be paradise
You asked me brightly where i came from to your side
And i told you that it was a secret
Wherever we walk together
Will be paradise
You
are an eye-blinding entity compared to Michael
Who would remember you, i will not forgive it
Like the beginning when stepping into Eden
Believing you every day from the bottom of my heart
Who would remember you, i will not forgive it
Like the beginning when stepping into Eden
Believing you every day from the bottom of my heart
I
always want to protect you
So that even the small thingss won’t tire you out,
I’m in eternally in love
So that even the small thingss won’t tire you out,
I’m in eternally in love
As
your guardian, I will block the stiff wind
Even though people turn their backs to you
If i could become the person
Who can wipe your tears on a tiring day
It will be paradise
Even though people turn their backs to you
If i could become the person
Who can wipe your tears on a tiring day
It will be paradise
I,
who has fallen in lov with no other place to
Go back, my wings have been talen away
Even though i lost my everlasting life,
The reason to my happiness
You are my eternity
Eternally Love
(EXO-K - 너의 세상으로 (angel) EnglishVersion)
Go back, my wings have been talen away
Even though i lost my everlasting life,
The reason to my happiness
You are my eternity
Eternally Love
(EXO-K - 너의 세상으로 (angel) EnglishVersion)
Se-Hun mengakhiri nyanyiannya sembari terus menggenggap
tangan Na-Eun. Dia berbalik diikuti dengan Na-Eun.
Dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya, Se-Hun melepaskan
genggamannya kemudian berjalan ke arah gembok besar yang sudah disiapkannya
tadi.
“Saranghaeyo, Son
Na-Eun...!”
Na-Eun menitikan air matanya karena terharu. Sinar di
tubuhnya semakin terang. Menunjukkan suasana hatinya saat ini.
Gadis itu kemudian berlari ke arah Se-Hun. Memeluk pemuda
itu erat. Seolah tidak ingin terpisah lagi setelah ini.
“Nado. Nado saranghae,
Oh Se-Hun.”
Adegan romantis itu kemudian diakhiri dengan sebuah ciuman
hangat mereka berdua.
Namun, semua itu tidak berjalan lama ketika sebuah suara
dingin menegur mereka. Sebuah cahaya yang amat sangat terang terlihat melayang
ke arah mereka. Cahaya itu berasal dari bawah Nseoul tower kemudian naik ke
menara ini, ke tempat mereka sekarang berada.
“Sepertinya kau harus kembali ke Eden, calon isteriku...”
***
Beberapa
menit sebelumnya.
Myung-Soo terus menyedot minuman soda rasa jeruk yang baru
saja dibelinya itu. Sudah beberapa gelas dia menghabiskan minuman itu hingga
lupa akan tugas yang membawanya menjejakkan kaki ke dunia makhluk fana ini, ke
dunia manusia.
“Yang Mulia, sebaiknya anda istirahat. Sudah hampir tengah
malam. Kita bisa melanjutkannya besok,” saran Su-Ho sambil terus mengikuti
Myung-Soo dari belakang.
Myung-Soo menggeleng, “Aku harus segera mendapatkannya. Satu
lagi, jangan panggil aku Yang Mulia jika di bumi.”
Su-Ho menundukkan badannya pelan, “Baiklah.”
“Ah, sepertinya aku mencium sesuatu...”
Raut wajah tampan dan ramah itu kemudian berubah menjadi
bengis dan mengerikan. Seringaian lebar terlihat di wajah malaikatnya.
Myung-Soo menengadahkan tangannya ke langit. Sehelai bulu
berwarna putih seukuran lumayan besar mendarat di telapak tangannya. Begitu
pula dengan sehelai yang mendarat di sepatu milik Su-Ho.
“Kau benar. sepertinya semua ini akan segera berakhir,”
komentar Myung-Soo.
Su-Ho menepuk pelan pundak Myung-Soo. Raut wajah mengerikan
tak berperasaan itu akan melakukan semuanya yang dia inginkan. Tidak mustahil
untuk menghancurkan dunia. “Yang Mulia...”
Myung-Soo menepis tangan Su-Ho yang berada di pundaknya.
“Aku mencium baunya. Aroma Son Na-Eun, juga aroma seorang anak manusia...”
“Yang Mulia L...”
“Dia... seorang anak laki-laki...” Bola mata Myung-Soo
kemudian berubah menjadi merah. Menandakan pemuda itu sudah melepas semua
amarahnya. Tinggal menunggu kapan semua itu akan dikeluarkan saja.
Ya. Su-Ho hanya menghela nafas pelan menyadari semua itu.
***
“Sepertinya kau harus kembali ke Eden, calon isteriku...”
Suara itu terdengar dingin. Tidak ada sedikitpun nada
keramahan dibaliknya. Perlahan cahaya menyilaukan itu hilang.
Seorang laki-laki dengan sayap bercahayanya yang besar
membentang.
Sangat tampan. Dengan wajah yang benar-benar sempurna.
Rambut hitam legam miliknya serta bola matanya yang kemerahan. Kulitnya yang
putih seperti neon. Serta postur tubuhnya yang cukup tinggi.
Se-Hun sudah menduga pemuda di hadapannya itu adalah seorang
malaikat. Tapi dia sedikit heran dengan yang dikatakan pemuda tadi. Calon
isteri? Apa maksudnya?
“Siapa kau?” tanya Se-Hun berusaha mati-matian agar tidak
terdengar ketakutan.
Pemuda itu tersenyum manis. Tetapi bukan itu reaksi yang dia
tunjukkan sebenarnya. “Aku? Lord Michael IV. Kau bisa memanggilku Kim
Myung-Soo. Mungkin itu lebih terlihat formal disini.”
Myung-Soo kemudian mendekat ke arah Na-Eun yang berdiri
membeku. Wajah gadis itu kelihatan pucat dan ketakutan.
“Waktunya pulang, Son Na-Eun.” Myung-Soo mengangkat sebelah
tangannya dan mengarahkannya ke arah Na-Eun.
Beberapa detik kemudian gadis itu berteriak kencang.
Tubuhnya melunglai ke bawah. Padahal Myung-Soo tidak menyentuhnya sedikitpun.
“ARGGHHHH! KIM MYUNG-SOO!”
Myung-Soo hanya tersenyum bengis. Tidak ada rasa bersalah
sedikitpun di wajahnya.
“Kumohon hentikan, Kim Myung-Soo!!!” teriak Se-Hun nyaring.
Myung-Soo melemparkan senyuman sinisnya pada Se-Hun.
“Tenanglah Oh Se-Hun. Aku hanya mengambil semua kekuatannya agar dia tidak bisa
melawanku sekarang.”
“Brengsek kau, Myung-Soo!”
“Terima kasih.”
Se-Hun yang tidak kuat melihat Na-Eun disiksa kemudian
berlari menerjang Myung-Soo. Tetapi, usahanya tetap gagal. Se-Hun merasa dia
baru saja menabrak sebuah baja yang sangat kuat. Itu membuatnya terdorong
kebelakang hingga dua meter.
Myung-Soo menyeringai kecil, “Gantikan aku, Su-Ho.”
Su-Ho mengangguk mengerti. Dia kemudian menggantikan
Myung-Soo untuk menyerap kekuatan Na-Eun.
“Sepertinya kau ingin bermain denganku, Oh Se-Hun. Baiklah
akan aku layani dengan senang hati.” Myung-Soo mendekat ke arah Se-Hun yang
masih terduduk.
“Darimana kau tahu namaku?”
Myung-Soo mencibir pelan. “Cih, sangat mudah membaca pikiran
seorang manusia.”
Na-Eun yang tahu akan kekuatan Se-Hun tidak ada apa-apanya
kemudian berteriak kencang. “Oh Se-Hun bodoh! Jangan melawannya! Kumohon! Aku
tidak mau kehilanganmu.”
Se-Hun menghentikan langkahnya mendekati Myung-Soo.
“Kenapa?”
“Sekalipun kau mati, kau tetap tidak akan bisa
menyelamatkanku. Ku mohon bertahanlah. Demi aku...”
Se-Hun menggeleng. “Tidak akan pernah. Aku akan
menyelamatkanmu sampai akhir Son Na-Eun!”
Mendengar hal itu, Myung-Soo hanya tertawa keras sambil
bertepuk tangan. “Kisah yang sangat romantis. Aku terharu,” ejeknya.
Se-Hun kembali menyerang Myung-Soo. Namun, malaikat itu
hanya diam mendapat serangan dari Se-Hun. Dia sengaja tidak mengeluarkan
kekuatannya. Dia tidak ingin Na-Eun melihat kebengisan dirinya saat membunuh
seseorang.
“Aku tidak ingin membunuhmu, Oh Se-Hun. Tapi sepertinya kau
yang memintaku untuk bermain denganku,”
Myung-Soo menatap Se-Hun tajam. Beberapa detik kemudian,
Se-Hun terlihat kesakitan. Seperti sebuah mobil tronton yang menggilasnya
habis-habisan. Dia tidak bisa bernafas. Jantungnya seakan digerogoti oleh
binatang ganas.
Se-Hun mengambil celah-celah kelalaian Myung-Soo dengan
mengambil pisau lipat dari saku belakang celana jinsnya. Se-Hun langsung
melemparkan pisau itu.
Menancap tepat di bahu sebelah kiri Myung-Soo. Meleset beberapa
milimeter dari jantung malaikat itu.
“Kau ternyata benar-benar berniat membunuhku?”
Myung-Soo menyeringai lebar. Kali ini tatapannya benar-benar
mengerikan. Mungkin tidak terlihat seperti sosok malaikat yang terlihat
beberapa detik yang lalu.
Sambil melepaskan pisau yang tengah menanjam di bahunya,
Myung-Soo meletakkan pisau itu ke lantai.
Luka akibat pisau itu memang terkoyak lumayan dalam. Namun,
langsung bisa tertutup dalam hitungan detik. Semua itu membuat Se-Hun
terhenyak.
“Sekarang saatnya aku yang membunuhmu, Oh Se-Hun!”
Senyuman mengerikan keluar dari sudut bibir Myung-Soo.
Malaikat yang berubah menjadi mengerikan itu kemudian mengambil pisau lipat
yang tergeletak di lantai dengan kekuatan telekinesis miliknya.
“Dengan senjata milikmu sendiri...”
“Kim Myung-Soo hentikan!”
Teriakan itu keluar dari mulut Na-Eun. Gadis itu menatap ke
arah Se-Hun yang sudah pasrah sambil menutup matanya.
“Aku akan melakukan perjanjian denganmu.”
Myung-Soo tersenyum tipis mendengar hal itu. “Tentu saja aku
masih menerima tawaran perjanjian baikmu itu, nona.”
“Jangan banyak bicara, Kim Myung-Soo.”
“Sebutkan perjanjianmu.”
Na-Eun tersenyum manis. “Tapi sebelumnya, tolong buat Se-Hun
tuli sementara sehingga tidak mendengar pembicaraan kita.”
Myung-Soo mengangguk. “Baiklah.”
Awalnya Se-Hun bingung dengan permintaan Na-Eun. Semua itu
terjawab ketika sebuah angin terasa berhembus kencang. Suara pusaran angin yang
berputar melingkari mereka itu kemudian semakin cepat dan nyaring membuat
pendengaran Se-Hun benar-benar menghilang. Sekarang Se-Hun hanya bisa melihat
komat-kamit tanpa suara dari Myung-Soo dan Na-Eun.
“Aku akan kembali ke Eden dan menikah denganmu.”
Myung-Soo tersenyum sinis, “Sudah aku duga.”
“Tapi sebelumnya kau harus menghilangkan ingatan Se-Hun
tentang semua ini. Aku meminta bantuanmu karena kekuatanmu lebih hebat dariku.”
“Itu mudah.”
Na-Eun kemudian menghembuskan nafasnya pelan sambil
merentangkan tangannya. Sepasang sayap miliknya kembali terlihat. Terbentang
lebar seiring dengan sayap Myung-Soo dan Su-Ho yang terlihat keluar.
Seberkas cahaya menyilaukan kemudian terlihat. Se-Hun
terpaksa menutup matanya karena jika tidak dia lakukan, ia bisa buta. Se-Hun
sempat melihat sebuah senyum tulus dan manis dari Na-Eun terakhir terlihat,
sebelum matanya tertutup.
“Terima kasih banyak, Oh Se-Hun. Aku mencintaimu...”
***
Suara hujan yang deras serta petir yang terdengar membuat
Se-Hun membuka matanya.
Se-Hun mengerjapkan matanya pelan sembari mengerang keras.
Kepalanya sangat sakit seperti tetimpa ribuan palu. Nyeri sekali. Payung yang
dia genggam terlihat terlepas dan dirinya terduduk di samping bangunan. Di depan
sebuah gang.
Se-Hun berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi padanya.
Tapi nihil. Dia hanya mengingat tentang jam yang sudah menunjukan pukul
setengah tujuh malam. Dia terlambat pulang. Kemudian sekelabat bayangan
terbesit dipikirannya. Dia mengingat gadis itu! Tapi ia lupa siapa namanya.
Suara petir kemudian terdengar. Seperti Deja Vu, Se-Hun
berlari memasuki gang dan terkejut ketika tidak menemui apa-apa disana. Dia
hanya menemui sebuah bulu putih mirip bulu merak di sana. Tidak ada apa-apa.
Se-Hun duduk di pinggir gang tersebut sambil bersandar
kebelakang. Pemuda itu berteriak frustasi karena menyadari kalau itu semua
hanya khayalan atau mimpinya. Tapi dia benar-benar yakin itu semua bukan mimpi.
Suatu saat nanti dia akan menemui gadis itu. Malaikatnya yang telah hilang.
“Se-Hun Oppa!”
Teriakan nyaring itu berasal dari belakangnya. Seorang gadis
bertubuh tinggi dan berambut sebahu sembari memegang sebuah payung berdiri
tepat dibelakang Se-Hun. Mulut gadis itu terbuka lebar ketika melihat kejadian di
hadapannya.
Se-Hun tidak mampu berucap. Lidahnya kelu. Dia tidak dapat
mengeluarkan sepatah kata-pun. Sementara gadis itu sudah berjalan mendekatinya
dengan wajah angkuhnya.
“Ada apa denganmu? Kenapa duduk di tengah hujan seperti
ini?”
Se-Hun memandangi adik perempuannya itu sambil menggeleng
pelan.
“Ayo, pulang. Ibu sangat khawatir dan menyuruhku untuk
menjemputmu,” ucapnya sambil membantu Se-Hun berdiri.
“Terima kasih, Oh Ha-Young...”
***
“Oppa! Tolong
bukakan pintu sebentar. Aku sedang memasak.”
Suara teriakan Ha-Young dari arah dapur itu membuat Se-Hun
beranjak malas dari hadapan televisi di ruang keluarga.
“Kenapa bukan kau saja yang membukanya?” tanya Se-Hun sambil
mengacak-acak rambutnya pelan.
“Oppa tidak lihat
aku lagi memasak? Oppa ingin menggantikanku
memasak?” tanya Ha-Young galak.
“Aku memang tidak melihatmu memasak. Lagipula sejak kapan
kau bisa memasak?”
“Sudahlah. Bukakan saja pintunya!”
Se-Hun mencibir pelan. “Siapa yang datang pagi-pagi begini?”
tanyanya pada Ha-Young.
Ha-Young kemudian berteriak dari dapur. “Paling temanku
sekelasku. Dia berjanji akan menemaniku seharian hari ini. Namanya...”
Se-Hun membukakan pintu rumahnya dengan malas, kemudian
terlihat sesosok tubuh terasa yang sudah familiar dengannya.
Dia tersenyum. Senyum yang ramah. Tapi dia terlihat seperti
sosok yang berbeda. Hanya seorang gadis biasa yang tidak spesial.
“Annyeonghaseyo, Son Na-Eun imnida...”
***
-THE
END-
thanks for read. comment ya. don't copy-paste. copas is not allowed.