Panas?

Senin, 15 April 2013

너의 세상으로


 

Title : 너의 세상으로 
Author : Blackwhite Magic
Genre : Romance - Fantasy
Rating : T
Length : Series

Main Cast :
 Son Na Eun (A PINK)
Oh Se Hun (EXO-K)
Kim Myung Soo/L (Infinite)

Other Cast :
Oh Ha Young (A PINK)
Kim Joon Myun/ Suho (EXO-K)

Notes : Fanfiction ini asli original buatan saya. tapi terinspirasi dari MV SM The Ballad & Lagu EXO judulnya Angel. Terimakasih. 

Diclaimer : Ini hanya kisah belaka. maaf bila terdapat kesaaman pada jalan ceirta. TIDAK BOLEH COPY-PASTE atau PLAGIAT kisah ini. terimakasih. -Blackwhite magic

***
Even though i lost my everlasting life,
the reason to my happiness
You’re my eternity
Eternally Love
***

Seoul, South Korea

Hujan lebat membasahi ibukota Negeri Ginseng petang ini. Suasana jalanan sudah tampak digenangi air karena hujan yang tak kunjung berhenti dari pagi hari. Langit terlihat mendung dan petir tidak berhenti terlihat setiap detik.

Oh Se-Hun berjalan menyusuri jalan dengan sebuah payung di genggamannya. Uap air terlihat keluar dari bibir tipis lelaki itu. Sebentar-sebentar dia melirik ke arah jam tangannya. Raut wajahnya terlihat sangat masam. Dia sudah membayangkan apa yang akan terjadi ketika ia sampai ditujuan nanti. Ketika dirinya sampai dirumah.

Se-Hun sudah membayangkan betapa menyeramkan ibunya jika marah. Dia saat ini sudah terlambat pulang sekolah. Sudah pasti ibunya akan marah padanya. Belum lagi dengan rayuan setan adiknya yang selalu menghasut ibunya. Ya, gadis kecil yang tidak semenyenangkan saat dia kecil. Adik kandung Oh Se-Hun. Namanya Oh Ha-Young.

Ha-Young selalu membuat masalah. Pada akhirnya justru Se-Hun yang akan disalahkan orangtuanya. Se-Hun dan Ha-Young hanya berbeda dua tahun. Banyak pertengkaran yang terjadi diantara dua kakak-beradik yang masih muda tersebut.

Suara petir yang amat dahsyat kemudian membuatnya tersadar. Lamunan Se-Hun buyar seketika. Kilat yang menyilaukan mata mau tidak mau membuat dirinya menutup mata. Dia merasakan seperti petir yang ingin menyambarnya. Petir yang menyambar sesuatu, tidak jauh darinya berdiri sekarang. Setelah merasa tidak ada apa-apa yang terjadi padanya, Se-Hun membuka mata sembari mulai kembali berjalan.

Se-Hun merasa sedikit aneh ketika melewati sebuah gang diantara bangunan-bangunan bar yang berjejer dipinggir jalan. Terdengar suara seseorang yang merintih kesakitan. Ya. Merintih kesakitan di dalam gang kecil tersebut.

Pemuda itu mengeratkan genggaman tangannya pada payung yang dipegangnya. Detak jantungnya tidak menentu saat melihat seorang gadis cantik duduk tak berdaya di samping tumpukan kardus.

Gadis itu terlihat sangat cantik bagaikan bidadari yang baru turun dari kayangan. Dengan gaun putih selutut dan rambut lurus panjang berwarna kehitaman membuatnya semakin mirip bidadari. Se-Hun semakin tidak percaya ketika melihat sepasang sayap di punggung gadis itu. Sayangnya sebelah sayapnya terlihat terluka.

Se-Hun perlahan mendekati gadis itu, “Kau... tidak apa-apa?”

Gadis itu mendongak. Menatap ke arah pemuda yang sedang mengulurkan sebelah tangannya sambil memegang payung dan memayunginya.

“K-kau...?”

Se-Hun mengerutkan dahinya bingung. Gadis yang saat ini sedang berada di hadapannya itu terlihat sedikit ketakutan. “Tenanglah, nona. Aku tidak akan  melukaimu. Aku bukan orang jahat. Percayalah.”

Gadis itu menatap Se-Hun tajam. Beberapa detik kemudian dia tersenyum tipis. 
 “Kau bisa melihatku?”

Se-Hun mengangguk ragu, “Tentu saja.”

“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya gadis itu heran.

“Apa maksudmu?”

Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Seulas senyum terukir di bibirnya. 

“Mungkin ini karena sebelah sayapku terluka.”

“Eh?”

“Aku akan bercerita padamu. Tapi...” Gadis itu kemudian menatap ke arah Se-Hun kembali. “bisakah kau menjaga rahasia?”

Se-Hun mengangguk setuju, “Tentu saja bisa.”

Gadis itu hanya tersenyum tipis. “Aku adalah malaikat yang turun dari Eden. Sebenarnya hujan yang sangat deras dengan petir di kotamu, bukan dikotamu saja, bahkan di seluruh dunia ini adalah akibat dari kemarahan Yang Mulia. Sang raja Eden. Dia murka padaku. Dia marah karena diriku. Lalu aku memutuskan untuk pergi ke bumi. Menghilang dari Eden. Tapi Yang Mulia semakin marah. Dia menyerangku menggunakan petir. Akhirnya terkena sebelah sayapku dan aku terluka seperti sekarang. Seharusnya kami, para malaikat ataupun peri yang tinggal di Eden tidak terlihat. Kami biasanya berkeliling dunia. Turun ke dunia karena tidak dapat terlihat. Tapi saat ini aku menjadi terlihat karena luka yang terdapat di sayapku kekuatanku menjadi hilang.”

Se-Hun hanya memandangi gadis di hadapannya dengan tatapan bingung.
Gadis itu menghela nafas pelan. “Aku sudah menceritakan semuanya. Terserah kau mau percaya atau tidak.”

Se-Hun mengangguk pelan. “Siapa?”

Gadis itu menautkan alisnya. Bingung. “Siapa? Maksudmu?”

“Siapa kau? Namamu siapa?” tanya Se-Hun dengan gaya bicaranya yang sedikit cadel.

Gadis itu mengulurkan sebelah tangannya. “Son Na-Eun. Aku adalah malaikat dari Eden.”

Se-Hun menyambut uluran tangan itu, “Oh Se-Hun. Seorang pelajar dan manusia biasa yang baru bertemu seorang malaikat.”

Na-Eun tertawa pelan mendengar ocehan Se-Hun tersebut. “Bisakah kau membantuku?”

“Membantu apa?” Se-Hun balik bertanya pada malaikat dihadapannya itu.

“Tolong bantu aku menyembuhkan luka pada sayapku. Aku tidak bisa kembali ke Eden jika sayapku masih terluka,” pinta Na-Eun.

Se-Hun mengangguk mengerti. “Aku ingin membantumu. Tapi bagaimana caranya? Aku bukan seorang penyihir.”

Na-Eun kembali tertawa, “Aku hanya perlu beristirahat dan menyembuhkan lukaku. Sayangnya aku tidak punya tempat tinggal yang aman disini. Bisakah kau membantuku?”

Se-Hun terlihat berpikir sebentar. Dia kemudian melirik ke arah sayap Na-Eun yang benar-benar terluka parah. Hati kecilnya berkata dia harus menolong gadis itu. Tetapi, ibunya pasti akan marah jika ia membawa seseorang yang tidak di kenal. Apalagi seorang gadis.

“Se-Hun Oppa!”

Teriakan nyaring itu berasal dari belakangnya. Seorang gadis bertubuh tinggi dan berambut sebahu sembari memegang sebuah payung berdiri tepat dibelakang Se-Hun. Mulut gadis itu terbuka lebar ketika melihat kejadian di hadapannya.

Se-Hun tidak mampu berucap. Lidahnya kelu. Dia tidak dapat mengeluarkan sepatah kata-pun. Sementara gadis itu sudah berjalan mendekati mereka dengan wajah angkuhnya.

“Siapa gadis itu?” tanya gadis itu sambil menunjuk ke arah Na-Eun.

Se-Hun meneguk liurnya pelan ketika melihat wajah sang adik yang berdiri di hadapannya. “Oh Ha-Young kumohon kau jangan...”

Perkataan Se-Hun terpotong ketika Na-Eun angkat bicara. “Namaku Son Na-Eun. Aku sedang meminta bantuan Se-Hun. Lihat, sayapku terluka dan aku membutuhkan bantuannya.”

Ha-Young menatap bingung ke arah Na-Eun. “Siapa kau?”

“Aku malaikat yang turun dari Eden.”

Ha-Young sebenarnya ingin tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan yang keluar dari mulut gadis bernama Na-Eun itu. Mana ada malaikat zaman sekarang. Tapi, melihat sepasang sayap di punggung gadis itu mau tak mau membuat Ha-Young percaya.

“Kenapa kau meminta bantuan pada kakakku? Apa yang kau minta?” tanya Ha-Young bingung.

Na-Eun tersenyum tipis. “Aku hanya ingin tinggal dirumahnya saja. Untuk sementara menyembuhkan lukaku sebelum kembali ke Eden.”

Masa bodoh dengan kembalinya Na-Eun ke tempat yang tidak pernah dikenal atau didengar oleh Ha-Young. Tapi sebuah ide terbesit di pikirannya.

“Tidak boleh!” sahut Ha-Young.

Se-Hun tersentak mendengar pernyataan dari adiknya itu. Dia kemudian menoleh ke arah Na-Eun. Na-Eun hanya memasang wajah datarnya seakan dunia sudah berakhir.

“Oh Ha-Young kumohon...” pinta Se-Hun.

Oppa berani bayar berapa jika aku bersedia tutup mulut dan ikut membantumu?” tanya Ha-Young langsung sembari menadahkan tangannya seperti seorang rentenir.

Demi Tuhan. Se-Hun merasa sangat tersiksa mempunyai adik seperti Ha-Young. Adiknya itu ternyata benar-benar matrealistis.

Se-Hun terlihat berpikir keras. Dia harus benar-benar meyakinkan agar adiknya ini mau menuruti kehendaknya. Dia harus membuat tawaran yang benar-benar menggiurkan. Terserah kalau itu akan ia kabulkan atau tidak di kemudian hari.

“Aku akan menyewa idol kesukaanmu saat kau ulang-tahun nanti,” jawab Se-Hun.

Mata Ha-Young membulat sempurna. Dia sangat senang dengan negosiasi dari kakaknya tadi. “Benarkah? Oppa akan menyewa EXO saat aku ulang tahun nanti?” tanya Ha-Young bersemangat.

Se-Hun mengangguk yakin. Kena tipu kau, Oh Ha-Young.

“Baiklah. Deal! Aku akan membantu kalian,” seru Ha-Young senang.

Se-Hun hanya tersenyum sembari membantu Na-Eun berdiri. Gadis itu kemudian menyimpan kembali sayapnya dan berjalan dengan sedikit pincang.

“Kakimu sakit?” tanya Se-Hun khawatir.

Na-Eun meringis sebentar, “Sedikit.”

“Biar aku bantu,” tawarnya kemudian berjongkok di hadapan Na-Eun. “Naiklah ke punggungku...”
***

Se-Hun memasuki sebuah kamar dengan sebelah tangannya memegang sebuah kotak obat. Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi. Dia menghampiri seorang gadis yang tengah tertidur lelap di ranjang. Gadis yang mengaku malaikat bernama Na-Eun.

Se-Hun memandangi wajah Na-Eun lekat. Setiap inch lekuk wajah gadis itu terus dipandanginya. Seulas senyum terukir di bibirnya. Dia benar-benar yakin kalau malaikat itu benar-benar berwajah cantik luar dalam seperti Son Na-Eun.       

“Eungh...”

Na-Eun perlahan membuka matanya dan duduk di ranjang. Se-Hun yang berdiri di hadapannya membuatnya sedikit terkejut.

“Kau..?”

Se-Hun tersenyum canggung, “Aku hanya membawakanmu obat. Apa lukamu sudah sembuh?” tanya Se-Hun.

Na-Eun kemudian memperlihatkan punggungnya. Sebuah luka sepanjang kurang lebih lima belas sentimeter terlihat di punggung gadis itu.

“Sepertinya belum.”

Se-Hun mengangguk pelan. Pemuda itu kemudian mengeluarkan kapas dan memberi obat di kapas itu. Dia menempelkan kapas itu di luka Na-Eun. Gadis itu terdengar meringis kesakitan.

“Sakit?”

Na-Eun mengangguk. “Sedikit.”

“Tahan saja. Kalau begini tidak akan sembuh.”

“Baiklah. Argh...”

Setelah selesai mengobati luka Na-Eun, Se-Hun membuka tirai dikamar itu. Sinar mentari mulai merambat memasuki kamar. Seiring dengan suara pintu yang dibuka.

“Oppa!”

Terlihat kepala Ha-Young menyembul dari daun pintu.

“Ada apa?” tanya Se-Hun dingin.

Ha-Young mendekati Se-Hun dengan sebuah brosur di tangannya. “Ini...” ucapnya sambil menyerahkan kertas-kertas itu.

“Apa ini?” tanya Se-Hun mulai membaca tulisan yang tercetak di kertas yang baru saja diberikan Ha-Young.

“Itu tarif honor untuk menyewa idol kesukaanku nanti. Beruntungnya jadwal mereka kosong saat aku ulang tahun.”

Se-Hun langsung menimpuk kepala Ha-Young dengan gulungan kertas di tangannya. “Kau ini. Itu saja yang dipikirkan.”

Ha-Young tertawa pelan. “Oppa sudah janji.”

Se-Hun mengacak-acak rambutnya frustasi. Bagaimana bisa dirinya mendapatkan uang secepat itu untuk menyewa idol kesukaan adiknya? Itu mustahil menurutnya.

“Kau kesini hanya untuk mengatakan hal itu?” tanya Se-Hun sinis.

Ha-Young tersenyum tipis, memperlihatkan jejeran giginya. “Tadi Appa dan Eomma memanggilmu untuk turun ke bawah. Untuk sarapan.”

Ha-Young kemudian berbalik hendak keluar, “Bawa serta Na-Eun eonni ke bawah!” ucapnya sesaat sebelum menutup pintu dengan kerasnya.

***

Dua orang pemuda berwajah malaikat itu menyusuri jalanan dengan angkuhnya. Pakaian mereka terlihat trendi dengan gaya rambut seperti artis yang ingin tampil di panggung. Sedikit dibuat bergelombang dengan –salah seorang diantara mereka- memakai warna rambut kecoklatan.

“Su-Ho-ssi, apa kau melihat tanda-tanda dari keberadaannya disini?” tanya salah seorang dari mereka. Pertanyaan itu untuk pria yang berambut sedikit kecoklatan dan bertubuh lebih pendek dari pemuda satunya.

Su-Ho menggeleng pelan. “Sepertinya tidak ada Yang Mulia.”

Pemuda yang dipanggil Yang Mulia itu kemudian mengehentikan langkahnya. Dia berbalik dan menatap tajam ke arah Su-Ho.

“Jangan memanggilku Yang Mulia di muka bumi, Su-Ho.”

Su-Ho menunduk sebentar. Terbesit perasaan bersalah didirinya karena sudah melupakan janjinya pada tuannya itu. “Maafkan aku, Myung-Soo.”

Myung-Soo tersenyum tipis. Melihat hal itu, Su-Ho menjadi lega. Dia takut jika Myung-Soo marah padanya. Senyuman kedua makhluk tampan berwajah malaikat itu mau tidak mau membuat setiap gadis yang berselisihan dengan mereka dijalan menjadi meleleh. Mereka seakan melihat dua makhluk tampan yang baru saja turun dari surga.

“Baiklah. Mari kita lanjutkan pencarian kita...” seru Myung-Soo dengan seulas senyum sinis di bibirnya.

***

Na-Eun menggambarkan sebuah bagan tentang kasta di dunianya. Di hadapannya duduk Se-Hun dan Ha-Young.

“Ada enam tingkat kasta di Eden. Di tingkat tertinggi ada di tangan Archduke yang di sebut dengan Raja Agung. Saat ini ditempati oleh L Michael III yang merupakan keturunan langsung dari Yang Mulia Raja Agung Michael. Tapi sebentar lagi digantikan oleh L Michael IV.”

“L? Itu singkatan? Apakah raja baru itu tampan?” tanya Ha-Young.

Na-Eun mengangguk. “L itu singkatan dari Lord . Lord Michael IV? Tentu  saja. Tampan dan muda.”

“Wah...”

“Kita lanjutkan. Di tingkat kedua ada Duke. Sebenarnya duke ini masih diduduki oleh L Michael IV karena dia belum menjadi Raja Agung. Sedangkan tingkat tiga ada Marquess yang diduduki oleh bangsawan-bangsawan mulia lainnya. Di tingkat empat ada Earl yang diduduki oleh orang-orang di pemerintahan hukum di Eden sedangkan di tingkat lima ada Viscount yaitu pemimpin (komandan) setiap kelompok pengawal. Sedangkan di tingkat terakhir ada Baron yaitu pengawal terhomat dengan darah bangsawan.”

“Kau berada di tingkat berapa?” tanya Se-Hun penasaran.

“Ayahku seorang Baron sedangkan ibuku hanya orang biasa. Mungkin bisa dibilang aku tidak punya gelar kebangsawanan.”

“Tapi ayahmu seorang Baron,” komentar Ha-Young.

“Kekuatanku jauh di bawah Marquess apalagi Duke atau Archduke. Bahkan aku masih belum tentu mendapat gelar Baron.”

Ha-Young menjentikan jari keras. Sebuah pertanyaan terbesit di otaknya. “Jangan bilang kau saat ini sedang melawan seorang Duke?”

Na-Eun mengangguk pelan sembari memasang senyuman pahit miliknya. “Kau cerdas sekali.”

Ha-Young tersenyum bangga kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. “Oh Ha-Young!”

Ucapan itu kemudian disambut jitakan tepat di kepala Ha-Young. Satu jitakan dari Se-Hun. “Aku tidak pernah merasa punya adik seperti kau.”

Ha-Young menjulurkan lidahnya mengejek. “Kau pikir aku punya kakak sepertimu?”

Na-Eun hanya tertawa melihat kelakuan kedua saudara itu. Dia merasa sangat nyaman berada di lingkungan hangat seperti ini. Senyum dan perasaan senang itu kemudian perlahan menutup luka di punggung Na-Eun. Ya. Kekuatannya sudah kembali.

“Ada apa?” tanya Se-Hun menyadari perubahan raut wajah Na-Eun.

Na-Eun menggeleng. Menyembunyikan kekhawatirannya. Dia khawatir jika harus keluar secepat ini dari rumah Se-Hun.

Oppa, bagaimana kalau kita ke Lotte World?” tanya Ha-Young senang.

Se-Hun mengerutkan dahinya bingung. “Lotte World? Tapi kita bukan anak-anak lagi.”

Oppa pikir kita sudah dewasa?”

“Tidak juga.”

Ha-Young tersenyum lebar. “Nah! ayo kita ke Lotte World!”

Se-Hun hanya menggeram pelan, kemudian berdiri dan mengangguk setuju. “Baik. Baiklah, adikku sayang...”

***

Myung-Soo duduk di hadapan beberapa orang yang terlihat berlutut di hadapannya. Wajah pemuda tampan itu terlihat mengerikan melihat perlakuan dari orang-orang di hadapannya.

“Hentikan kelakuan kalian.”

Suara itu terdengar dingin dan pelan. Tetapi semua orang yang tadinya berlutut menjadi berdiri kembali. Wajah mereka tertunduk menahan takut.

“Kenapa Yang Mulia jadi ke sini?”

Myung-Soo menyeringai, “Kenapa? Apa aku tidak boleh berkunjung ke sini?”
“Tapi anda seharusnya memberitahukan pada kami.”

Myung-Soo menyedot minuman sodanya tanpa menatap ke arah orang-orang tadi.  “Ah, minuman ini enak.”

“Yang Mulia mereka bertanya...” tegur Su-Ho.

Myung-Soo mengentikan minumnya. Menatap tajam ke arah mereka. “Aku hanya ingin mencari seseorang. Tidak perlu aku meminta izin pada kalian.”

“Tapi anda mencari seorang lady. Seorang lady yang akan menjadi Duchness. Isteri dari seorang Duke yang akan naik tahta menjadi Archduke.”

“Itu kau tahu sendiri,” sahut Myung-Soo santai.

“Tapi seharusnya anda memberitahu kami agar kami bisa membantu,” jawabnya lagi.

Myung-Soo menggeram pelan, dia kemudian berdiri dari duduknya. Wajahnya memerah karena menahan marah. di balik tatapannya yang tajam, ada sebuah mata pisau yang mengilat siap membunuh siapa saja.

“Suho, siapa pria yang berani melawanku ini?” tanya Myung-Soo dingin dan mengerikan. Seisi ruangan sunyi senyap. Wajah mereka memancarkan raut wajah ketakutan yang mendalam.

“Namanya Hoya, Yang Mulia. Dia pemimpin dari pengawal malaikat yang turun ke bumi,” jawab Su-Ho.

Myung-Soo mendekat ke arah Hoya. Seiring dengan sayapnya yang mengembang keluar. Dia kelihatan sangat bersinar terang dan menyilaukan. Membuat siapa-pun tidak bisa melihat jelas sosok yang berada di tengah sinar terang itu. Tanpa menyentuh tubuh orang di hadapannya, dengan senyum dingin nan mengerikan tersungging dibibirnya, Myung-Soo sudah berhasil membuat Hoya menghilang dan menjadi sebuah cahaya seperti kunang-kunang yang perlahan menghilang lenyap tanpa bekas.

“Itu sebabnya aku tidak ingin membuat kalian membantah atau melawanku...” ucapnya dingin sembari menyeringai lebar.

***

Kim Myung-Soo, malaikat dengan nama bangsawan Lord Michael IV terlahir sudah sejak dua ratus lima puluh tahun yang lalu. Dia abadi dalam umurnya yang ke sembilan belas. Myung-Soo akan kembali menua saat ia mempunyai anak nanti. Itu juga akan berakhir di umur empat puluh tahun. Dia adalah The Immortal Angel atau malaikat abadi . Saat itu dia akan kembali pada umurnya. Pemuda itu tinggal di Eden. Di dalam kerajaan Eden dia sudah mendapat pendidikan untuk menjadi Raja Agung. Myung-Soo dipanggil Yang Mulia L di Eden. Tidak ada yang berani melawannya karena ia adalah bangsawan termuda yang sudah berhasil menduduki gelar Duke.

Berbeda dengan Oh Se-Hun.

Oh Se-Hun. Seorang manusia berstatus pelajar dengan umur sembilan belas tahun. Mempunyai seorang adik perempuan bernama Oh Ha-Young. Terlahir di keluarga yang kaya raya tapi tidak tamak kekayaan. Bekerja paruh waktu di sebuah kafe. Cukup cerdas dan baik hati. Lugu dan polos tapi masih dapat membohongi adiknya.

Kedua perbedaan itu jelas sekali terbentang. Tetapi saat ini pikiran Son Na-Eun hanya terfokus pada dua orang laki-laki yang benar-benar memengaruhi dirinya sekarang.

Ya. Saat ini dia sedang di kejar-kejar seorang Kim Myung-Soo. Mustahil dapat menghindari laki-laki itu. Myung-soo adalah orang yang cukup bengis dan mampu melenyapkan siapa saja yang dia tidak suka dengan mudah. Bahkan tanpa menyentuh orang itu sekalipun.

Konflik bermulai ketika dia menolak untuk dijodohkan dengan seorang Kim Myung-Soo. Di sebuah ramalan memang tertulis Lord Michael IV akan menikahi seorang gadis biasa dengan ayah seorang Baron.

Na-Eun sendiri tidak tahu kenapa dirinya yang terpilih. Tapi dia bersumpah dia sangat tidak ingin menikahi seorang bangsawan. Apalagi yang dia tahu dia akan menikah dengan salah seorang sahabat terbaiknya, Kim Myung-Soo. Sejak seratus lima puluh tahun yang lalu mereka bersahabat. Pada tahun ke seratus lima puluh satu mereka justru harus menjadi pasangan? Demi apapun Na-Eun bersedia menolak dan mundur dari gelar Duchness yang akan didudukinya.

“Es krim?”

Se-Hun duduk di sebelah Na-Eun sambil menawarkan es krim cokelat untuk gadis itu. Mereka duduk di sebuah bangku di Lotte World. Menunggu Ha-Young selesai bermain bersama salah seorang sahabatnya, Park Chanyeol.

Sebenarnya Se-Hun curiga kalau Ha-Young mengajaknya ke sini hanya untuk mengelabuinya agar dia bisa kencan dengan pemuda bernama Park Chanyeol itu.

“Terima kasih,” sahut Na-Eun.

“Bagaimana?” tanya Se-Hun penasaran.

“Apa?”

“Bagaimana dengan es krimnya? Apa itu enak?”

Na-Eun mengangguk. “Enak sekali. Jujur, sejak dulu aku ingin mencoba es krim ini. Tapi aku tidak bisa turun ke bumi untuk merasakannya.”

Se-Hun tertawa sebentar. “Kau benar-benar polos ternyata.”

***

NSeoul Tower, Seoul.

Se-Hun tersenyum lebar ketika mengingat rencana kejutan yang akan dia berikan pada Na-Eun. Dengan sedikit janji palsu yang ia berikan pada Ha-Young, adiknya itu akhirnya bersedia untuk membantunya.

Se-Hun memandangi langit malam yang bertabur bintang malam ini. Seulas senyum mengembang dibibirnya. Dia membayangkan betapa romantisnya kejutan yang akan dia berikan nantinya.

Dia akan menyatakan perasaanya pada Na-Eun dengan memasang sebuah gembong berukuran jumbo dengan tulisan ‘I LOVE YOU’ di tengah-tengah gembok-gembok lain yang terpasang di Nseoul Tower.

Se-Hun mengambil ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat untuk Ha-Young. Memerintahkan adiknya untuk mengantar Na-Eun ke puncak paling atas N Seoul Tower.

Setelah mendapatkan pesan balasan dari Ha-Young, Se-Hun segera bersembunyi di tempat yang sudah dia siapkan. Dia sengaja menyewa tempat ini setelah jam kunjungan berakhir.

Terlihat Na-Eun berjalan memasuki kawasan gembok cinta. Tapi pandangannya kemudian beralih ke pemandangan kota Seoul pada malam hari. Gemerlap lampu terlihat dari atas menara semakin indah.

Se-Hun kemudian memakai sayap palsu yang sudah dibelinya dan mendekati Na-Eun. Dengan senyum manis di bibirnya, Se-Hun memanggil gadis itu lembut.

“Na-Eun...”

Na-Eun berbalik. Raut wajahnya tersenyum geli ketika melihat Se-Hun memakai sayap palsu layaknya seorang ibu peri yang sedang menghibur anak TK.

“Terima kasih,” lirih Na-Eun hampir seperti hembusan angin.

Se-Hun mengangguk. Mereka kemudian memandangi kota Seoul di bawah mereka. Seperti sebuah bintang yang bertaburan berwarna-warni. Lampu-lampu jalan serta fasilitas umum memakai lampu yang berwarna-warni telah memberi malam ini warna.

Na-Eun tersenyum manis kemudian mengeluarkan sayapnya yang bersinar terang, membuat beberapa helai bulu di sayapnya beterbangan. Suasana di tower yang awalnya remang-remang menjadi terang-benderang.

Se-Hun meraih tangan Na-Eun kedalam genggamannya, kemudian bernyanyi pelan.

This moment feels like i was born as a child who knew nothing
I closed my eyes again in case itu would be a dream
You were standing in front of my desperate self and praying
Just once,  want to walk side by side with you
Taken by the soft wind to your world
You asked me brightly where i came from to your side
And i told you that it was a secret
Wherever we walk together
Will be paradise
You are an eye-blinding entity compared to Michael
Who would remember you, i will not forgive it
Like the beginning when stepping into Eden
Believing you every day from the bottom of my heart
I always want to protect you
So that even the small thingss won’t tire you out,
I’m in eternally in love
As your guardian, I will block the stiff wind
Even though people turn their backs to you
If i could become the person
Who can wipe your tears on a tiring day
It will be paradise
I, who has fallen in lov with no other place to
Go back, my wings have been talen away
Even though i lost my everlasting life,
The reason to my happiness
You are my eternity
Eternally Love
(EXO-K -
너의 세상으로 (angel) EnglishVersion) 

Se-Hun mengakhiri nyanyiannya sembari terus menggenggap tangan Na-Eun. Dia berbalik diikuti dengan Na-Eun.

Dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya, Se-Hun melepaskan genggamannya kemudian berjalan ke arah gembok besar yang sudah disiapkannya tadi.

Saranghaeyo, Son Na-Eun...!”

Na-Eun menitikan air matanya karena terharu. Sinar di tubuhnya semakin terang. Menunjukkan suasana hatinya saat ini.

Gadis itu kemudian berlari ke arah Se-Hun. Memeluk pemuda itu erat. Seolah tidak ingin terpisah lagi setelah ini.

Nado. Nado saranghae, Oh Se-Hun.”

Adegan romantis itu kemudian diakhiri dengan sebuah ciuman hangat mereka berdua.

Namun, semua itu tidak berjalan lama ketika sebuah suara dingin menegur mereka. Sebuah cahaya yang amat sangat terang terlihat melayang ke arah mereka. Cahaya itu berasal dari bawah Nseoul tower kemudian naik ke menara ini, ke tempat mereka sekarang berada.

“Sepertinya kau harus kembali ke Eden, calon isteriku...”

***

Beberapa menit sebelumnya.

Myung-Soo terus menyedot minuman soda rasa jeruk yang baru saja dibelinya itu. Sudah beberapa gelas dia menghabiskan minuman itu hingga lupa akan tugas yang membawanya menjejakkan kaki ke dunia makhluk fana ini, ke dunia manusia.

“Yang Mulia, sebaiknya anda istirahat. Sudah hampir tengah malam. Kita bisa melanjutkannya besok,” saran Su-Ho sambil terus mengikuti Myung-Soo dari belakang.

Myung-Soo menggeleng, “Aku harus segera mendapatkannya. Satu lagi, jangan panggil aku Yang Mulia jika di bumi.”

Su-Ho menundukkan badannya pelan, “Baiklah.”

“Ah, sepertinya aku mencium sesuatu...”

Raut wajah tampan dan ramah itu kemudian berubah menjadi bengis dan mengerikan. Seringaian lebar terlihat di wajah malaikatnya.

Myung-Soo menengadahkan tangannya ke langit. Sehelai bulu berwarna putih seukuran lumayan besar mendarat di telapak tangannya. Begitu pula dengan sehelai yang mendarat di sepatu milik Su-Ho.

“Kau benar. sepertinya semua ini akan segera berakhir,” komentar Myung-Soo.

Su-Ho menepuk pelan pundak Myung-Soo. Raut wajah mengerikan tak berperasaan itu akan melakukan semuanya yang dia inginkan. Tidak mustahil untuk menghancurkan dunia. “Yang Mulia...”

Myung-Soo menepis tangan Su-Ho yang berada di pundaknya. “Aku mencium baunya. Aroma Son Na-Eun, juga aroma seorang anak manusia...”

“Yang Mulia L...”

“Dia... seorang anak laki-laki...” Bola mata Myung-Soo kemudian berubah menjadi merah. Menandakan pemuda itu sudah melepas semua amarahnya. Tinggal menunggu kapan semua itu akan dikeluarkan saja.

Ya. Su-Ho hanya menghela nafas pelan menyadari semua itu.

***

“Sepertinya kau harus kembali ke Eden, calon isteriku...”

Suara itu terdengar dingin. Tidak ada sedikitpun nada keramahan dibaliknya. Perlahan cahaya menyilaukan itu hilang.

Seorang laki-laki dengan sayap bercahayanya yang besar membentang.
Sangat tampan. Dengan wajah yang benar-benar sempurna. Rambut hitam legam miliknya serta bola matanya yang kemerahan. Kulitnya yang putih seperti neon. Serta postur tubuhnya yang cukup tinggi.

Se-Hun sudah menduga pemuda di hadapannya itu adalah seorang malaikat. Tapi dia sedikit heran dengan yang dikatakan pemuda tadi. Calon isteri? Apa maksudnya?

“Siapa kau?” tanya Se-Hun berusaha mati-matian agar tidak terdengar ketakutan.

Pemuda itu tersenyum manis. Tetapi bukan itu reaksi yang dia tunjukkan sebenarnya. “Aku? Lord Michael IV. Kau bisa memanggilku Kim Myung-Soo. Mungkin itu lebih terlihat formal disini.”

Myung-Soo kemudian mendekat ke arah Na-Eun yang berdiri membeku. Wajah gadis itu kelihatan pucat dan ketakutan.

“Waktunya pulang, Son Na-Eun.” Myung-Soo mengangkat sebelah tangannya dan mengarahkannya ke arah Na-Eun.

Beberapa detik kemudian gadis itu berteriak kencang. Tubuhnya melunglai ke bawah. Padahal Myung-Soo tidak menyentuhnya sedikitpun.

“ARGGHHHH! KIM MYUNG-SOO!”

Myung-Soo hanya tersenyum bengis. Tidak ada rasa bersalah sedikitpun di wajahnya.

“Kumohon hentikan, Kim Myung-Soo!!!” teriak Se-Hun nyaring.

Myung-Soo melemparkan senyuman sinisnya pada Se-Hun. “Tenanglah Oh Se-Hun. Aku hanya mengambil semua kekuatannya agar dia tidak bisa melawanku sekarang.”

“Brengsek kau, Myung-Soo!”

“Terima kasih.”

Se-Hun yang tidak kuat melihat Na-Eun disiksa kemudian berlari menerjang Myung-Soo. Tetapi, usahanya tetap gagal. Se-Hun merasa dia baru saja menabrak sebuah baja yang sangat kuat. Itu membuatnya terdorong kebelakang hingga dua meter.

Myung-Soo menyeringai kecil, “Gantikan aku, Su-Ho.”

Su-Ho mengangguk mengerti. Dia kemudian menggantikan Myung-Soo untuk menyerap kekuatan Na-Eun.

“Sepertinya kau ingin bermain denganku, Oh Se-Hun. Baiklah akan aku layani dengan senang hati.” Myung-Soo mendekat ke arah Se-Hun yang masih terduduk.

“Darimana kau tahu namaku?”

Myung-Soo mencibir pelan. “Cih, sangat mudah membaca pikiran seorang manusia.”

Na-Eun yang tahu akan kekuatan Se-Hun tidak ada apa-apanya kemudian berteriak kencang. “Oh Se-Hun bodoh! Jangan melawannya! Kumohon! Aku tidak mau kehilanganmu.”

Se-Hun menghentikan langkahnya mendekati Myung-Soo. “Kenapa?”

“Sekalipun kau mati, kau tetap tidak akan bisa menyelamatkanku. Ku mohon bertahanlah. Demi aku...”

Se-Hun menggeleng. “Tidak akan pernah. Aku akan menyelamatkanmu sampai akhir Son Na-Eun!”

Mendengar hal itu, Myung-Soo hanya tertawa keras sambil bertepuk tangan. “Kisah yang sangat romantis. Aku terharu,” ejeknya.

Se-Hun kembali menyerang Myung-Soo. Namun, malaikat itu hanya diam mendapat serangan dari Se-Hun. Dia sengaja tidak mengeluarkan kekuatannya. Dia tidak ingin Na-Eun melihat kebengisan dirinya saat membunuh seseorang.

“Aku tidak ingin membunuhmu, Oh Se-Hun. Tapi sepertinya kau yang memintaku untuk bermain denganku,”

Myung-Soo menatap Se-Hun tajam. Beberapa detik kemudian, Se-Hun terlihat kesakitan. Seperti sebuah mobil tronton yang menggilasnya habis-habisan. Dia tidak bisa bernafas. Jantungnya seakan digerogoti oleh binatang ganas.

Se-Hun mengambil celah-celah kelalaian Myung-Soo dengan mengambil pisau lipat dari saku belakang celana jinsnya. Se-Hun langsung melemparkan pisau itu.

Menancap tepat di bahu sebelah kiri Myung-Soo. Meleset beberapa milimeter dari jantung malaikat itu.

“Kau ternyata benar-benar berniat membunuhku?”

Myung-Soo menyeringai lebar. Kali ini tatapannya benar-benar mengerikan. Mungkin tidak terlihat seperti sosok malaikat yang terlihat beberapa detik yang lalu.
Sambil melepaskan pisau yang tengah menanjam di bahunya, Myung-Soo meletakkan pisau itu ke lantai.

Luka akibat pisau itu memang terkoyak lumayan dalam. Namun, langsung bisa tertutup dalam hitungan detik. Semua itu membuat Se-Hun terhenyak.

“Sekarang saatnya aku yang membunuhmu, Oh Se-Hun!”

Senyuman mengerikan keluar dari sudut bibir Myung-Soo. Malaikat yang berubah menjadi mengerikan itu kemudian mengambil pisau lipat yang tergeletak di lantai dengan kekuatan telekinesis miliknya.

“Dengan senjata milikmu sendiri...”

“Kim Myung-Soo hentikan!”

Teriakan itu keluar dari mulut Na-Eun. Gadis itu menatap ke arah Se-Hun yang sudah pasrah sambil menutup matanya.

“Aku akan melakukan perjanjian denganmu.”

Myung-Soo tersenyum tipis mendengar hal itu. “Tentu saja aku masih menerima tawaran perjanjian baikmu itu, nona.”

“Jangan banyak bicara, Kim Myung-Soo.”

“Sebutkan perjanjianmu.”

Na-Eun tersenyum manis. “Tapi sebelumnya, tolong buat Se-Hun tuli sementara sehingga tidak mendengar pembicaraan kita.”

Myung-Soo mengangguk. “Baiklah.”

Awalnya Se-Hun bingung dengan permintaan Na-Eun. Semua itu terjawab ketika sebuah angin terasa berhembus kencang. Suara pusaran angin yang berputar melingkari mereka itu kemudian semakin cepat dan nyaring membuat pendengaran Se-Hun benar-benar menghilang. Sekarang Se-Hun hanya bisa melihat komat-kamit tanpa suara dari Myung-Soo dan Na-Eun.

“Aku akan kembali ke Eden dan menikah denganmu.”

Myung-Soo tersenyum sinis, “Sudah aku duga.”

“Tapi sebelumnya kau harus menghilangkan ingatan Se-Hun tentang semua ini. Aku meminta bantuanmu karena kekuatanmu lebih hebat dariku.”

“Itu mudah.”

Na-Eun kemudian menghembuskan nafasnya pelan sambil merentangkan tangannya. Sepasang sayap miliknya kembali terlihat. Terbentang lebar seiring dengan sayap Myung-Soo dan Su-Ho yang terlihat keluar.

Seberkas cahaya menyilaukan kemudian terlihat. Se-Hun terpaksa menutup matanya karena jika tidak dia lakukan, ia bisa buta. Se-Hun sempat melihat sebuah senyum tulus dan manis dari Na-Eun terakhir terlihat, sebelum matanya tertutup.

“Terima kasih banyak, Oh Se-Hun. Aku mencintaimu...”

***

Suara hujan yang deras serta petir yang terdengar membuat Se-Hun membuka matanya.

Se-Hun mengerjapkan matanya pelan sembari mengerang keras. Kepalanya sangat sakit seperti tetimpa ribuan palu. Nyeri sekali. Payung yang dia genggam terlihat terlepas dan dirinya terduduk di samping bangunan. Di depan sebuah gang.
Se-Hun berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi padanya. Tapi nihil. Dia hanya mengingat tentang jam yang sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Dia terlambat pulang. Kemudian sekelabat bayangan terbesit dipikirannya. Dia mengingat gadis itu! Tapi ia lupa siapa namanya.

Suara petir kemudian terdengar. Seperti Deja Vu, Se-Hun berlari memasuki gang dan terkejut ketika tidak menemui apa-apa disana. Dia hanya menemui sebuah bulu putih mirip bulu merak di sana. Tidak ada apa-apa.

Se-Hun duduk di pinggir gang tersebut sambil bersandar kebelakang. Pemuda itu  berteriak frustasi karena menyadari kalau itu semua hanya khayalan atau mimpinya. Tapi dia benar-benar yakin itu semua bukan mimpi. Suatu saat nanti dia akan menemui gadis itu. Malaikatnya yang telah hilang.

“Se-Hun Oppa!”

Teriakan nyaring itu berasal dari belakangnya. Seorang gadis bertubuh tinggi dan berambut sebahu sembari memegang sebuah payung berdiri tepat dibelakang Se-Hun. Mulut gadis itu terbuka lebar ketika melihat kejadian di hadapannya.

Se-Hun tidak mampu berucap. Lidahnya kelu. Dia tidak dapat mengeluarkan sepatah kata-pun. Sementara gadis itu sudah berjalan mendekatinya dengan wajah angkuhnya.

“Ada apa denganmu? Kenapa duduk di tengah hujan seperti ini?”

Se-Hun memandangi adik perempuannya itu sambil menggeleng pelan.

“Ayo, pulang. Ibu sangat khawatir dan menyuruhku untuk menjemputmu,” ucapnya sambil membantu Se-Hun berdiri.

“Terima kasih, Oh Ha-Young...”

***

Oppa! Tolong bukakan pintu sebentar. Aku sedang memasak.”

Suara teriakan Ha-Young dari arah dapur itu membuat Se-Hun beranjak malas dari hadapan televisi di ruang keluarga.

“Kenapa bukan kau saja yang membukanya?” tanya Se-Hun sambil mengacak-acak rambutnya pelan.

Oppa tidak lihat aku lagi memasak? Oppa ingin menggantikanku memasak?” tanya Ha-Young galak.

“Aku memang tidak melihatmu memasak. Lagipula sejak kapan kau bisa memasak?”

“Sudahlah. Bukakan saja pintunya!”

Se-Hun mencibir pelan. “Siapa yang datang pagi-pagi begini?” tanyanya pada Ha-Young.

Ha-Young kemudian berteriak dari dapur. “Paling temanku sekelasku. Dia berjanji akan menemaniku seharian hari ini. Namanya...”

Se-Hun membukakan pintu rumahnya dengan malas, kemudian terlihat sesosok tubuh terasa yang sudah familiar dengannya.

Dia tersenyum. Senyum yang ramah. Tapi dia terlihat seperti sosok yang berbeda. Hanya seorang gadis biasa yang tidak spesial.

“Annyeonghaseyo, Son Na-Eun imnida...”

***
-THE END-

thanks for read. comment ya. don't copy-paste. copas is not allowed.